Jumat, 01 Juni 2012

Tak berdarah tapi sakit


**
Me   : Warna kebaya apa ya yang bagus??? `abu2 bagus kali ya abie??
Abie :  terserah bunda aj,abie ngikut aj ya sayang..
Me   : nikahnya pagi trus resepsinya malem  aja ya biar sekalian beres..
Abie: boleh J
Me : Bulan madunya kita ke bali ya abie.. kita nunggu 6 bulan dlu ya baru punya anak soalnya aku pengen nikmati sepenuhnya kebersamaan kita lebih lama..
Abie : Iya bun…luv u bunda jeleek baweeel…
Itulah beberapa obrolan singkat tentang rencana pernikahanku dengan pria bernama MUCHAMAD ARIESETIAWAN yang menjadi kekasihku saat ini yang biasa aq panggil “Abie”.. bahagia,indah,nyaman rasanya..dengan kedua keluarga yaitu keluarga aku dan keluarganya sama2 mendukung kami untuk segera menikah membuat kebahagiaan ini semakin terasa sempurna. Bulan sudah kami tentukan tahun ini,meskipun ada beberapa kendala kecil seperti tabungan yang belum terlalu cukup,karena aq takut acaranya nanti ada yang kurang jadi itu masalah yang aku dan abie sedang kami usahakan biar secepatnya beres..
*23 maret 2011 pukul 06.30
Abie : Bunda dimana?
Me    : dirumah,abie udah sampe mana??
Abie : Aq udah di depan rumah,bunda keluar bentar ya..
Me   : hah??? Iya tunggu..(aku tutup telponnya dan segera pergi)
Aku melihatnya duduk depan ruko yang baru buka,gak jauh dari rumahku.. dengan tampang yang agak lecek dia tersenyum manis sekali..
Me   : abie udah lama??? Capek gak?? Udah makan???
Abie : Lumayan tapi untungnya semalem bisa tdur dikit di kapal..nih kasi ke ibu brownis amanda abie bli kemaren sore di surabaya,ntar siangan aja aku kerumah,aku istirahat di hotel dulu,gak enak terlalu pagi bertamu kerumah bunda.
Me   : Makasi ya abie (speechless,terharu,bahagia)
Indah sekaligus mengharukan buatku saat itu,acara perkenalan abie ke keluargaku yang kami rencanakan sebelumnya ahirnya terwujud meskipun sempat hampir gagal karena dy ada meeting di Surabaya selama 3 hari. Tanpa sempat istirahat,pesawat dari surabaya ke denpasar,sampainya di denpasar dia Cuma singgah  ambil barang2 dikosnya (gianyar,tempat kosnya sekarang) dengan menggunakan motor langsung ke Lombok nyebrang tengah malem,takut gak ada kapal lg karena besoknya hari raya nyepi. Banyak hal-hal indah yang abie berikan kepadaku,datang dari bali bawa Boneka di hari ulang tahunku,cincin sebagai tanda keseriusannya ingin menikahiku,menjemputku di pelabuhan tano yang pejalanan memakan wktu hampir 4 jam menggunakan motor dengan kndisi jalan yang sepi dan cukup menyeramkan buatku, dan masih banyak lagi.. Bertemu dengannya membuat hidupku kembali berwarna,selalu membuatku tertawa dengan tingkahnya yg terkadang gila . terimakasih tuhan atas apa yang kau berikan padaku, kebahagiaan ini begitu terasa sempurna,kebahagiaan yang hampir semua wanita yang belum menikah inginkan..
Sampai akhirnya dua hari ini aq mulai merasa aneh dengan tanpa sebab apapun kembali teringat dengan ‘tanto’,dua hari ini tiba-tiba terbangun tengah malam dan merasakan hatiku sakit sekali.rasa yang aku sendiri tak tahu seperti apa,dua hari ini aku sering menangis tengah malam . Bayangannya seolah nyata dan seakan hidup dipikiranku. Sakit yang ku rasakan tapi aku tak tahu bagaimana mengobati dan menghindarinya.’ Tanto’ seharusnya dia tak hadir lagi diingatanku,karena dia memang tak pantas untuk q ingat dan fikirkan lg  dan aku sangat sadari itu… tapi semakin aku coba untuk melupakan semakin aku mengingatnya dan rasanya semakin sakit sampai aku sering tak mampu menahan air mata meskipun di kantor.cerita masa lalu itu hadir lagi tanpa mampu aku hindari lagi,ku biarkan bayangannya menguasai hati dan fikiranku,saat bahagia,sedih,manis, semua kenangan itu hadir lagi dengan begitu nyata, kenangan yang merusak indahnya perasaanku selama ini ke abie,rasa benciku kepadanya (tanto) ternyata semakin membuat  hatiku merasa sakit, luka yang dy torehkan dulu kini terbuka lagi dan aku mulai tersadar bahwa luka itu belum kering meski sehebat apapun aku menahannya.entahlah kenapa perasaan ini muncul disaat aku mulai bahagia merajut kisah baru dengan orang lain . Semuanya ku pendam sendiri yang membuatku hampir gila. Kenangan tentang kisah yang tak berakhir indah,kenangan yang sudah hampir aku lupakan karena memang sudah sangat lama aku tak mendengar kabar lagi tentanganta (tanto) karena fikirku dia pasti sudah bahagia dengan wanita itu seperti yang aku lihat  terakhir di fotonya yang aku temukan di jejaring social wktu itu.. tak kuat menahan rasa yang berkecamuk di hati ini .akhirnya aku cerita pada sahabatku ika tentang semua yang ku rasakan, aku tak cukup kuat untuk memendamnya seorang diri…
 “ inget mas arie itu udah jelas ada saat ini dan untuk masa depanmu,dy udah sangat baik,dy melakukan semua yang diharapkan semua wanita, jangan rusak hanya karena sesuatu yang gak pasti, inget pengorbanan yang sudah dia lakukan buatmu..  mungkin sindrome pra menikah itu memang ada,jadi kamu harus bisa melewatinya,jangan seperti aku yang gagal melewatinya..hahaaaa “  kurang lebih seperti itu sms terakhir yang aku terima dari ika. Apa iya sindrome itu memang ada seperti yang diceritakan beberapa orang kepadaku?
Yang aku lakukan saat ini hanya mensugesti diri sendiri bahwa aku hanya cinta sama abie dan tak ada siapapun lagi.. aku tak ingin merubah rencana indah ini,tak ingin kebahagiaan ini hilang begitu saja.. tak ingin kehilangan perhatiannya yang kadang bikin aku gemes karena suka hawatir berlebihan terhadapku..

30 mei 2012 ,23.00 (tiba-tiba)
***
Inbok  : abie sayang and cinta sama bunda
Replay : me too.. maksi ya abie,abie buat aku bahagia
Inbok  : beneran kan bunda cinta n bahagia sama abie?gak ada yang bunda rahasiain kan?
Replay : beneran ko abie,mang knp gt?ko tiba-tiba nanya seperti itu?
Inbok  : gpp mungkin Cuma perasaan aku aja terlalu kangen and takut khilangan bunda.. yud bo2 sana udah malem, selalu jaga hati bunda ya…
Replay : iya abie, abie juga ya… jangan lelah menghadapiku ya cous I always love u need u miss u
**
Tanpa sadar sambil mengirim message air mataku jatuh,tak mampu aku menahannya, ,, 



~Abie~
Abie… maavkan aku atas perasaan ini, aku tak pernah ingin membuatmu terluka, aku ingin kita menikah dan bahagia selamanya seperti rencana kita dulu.berikan waktu buatku untuk pulih dan kembali seperti dua hari sebelum ini..


Senin, 26 Desember 2011

pelangi dan pantai


Egidia terus larut dengan keasyikannya. Bukit-bukit kecil yang dibuatnya dari pasir itu dihancurkan dengan kepalan tangan saat gerimis mengguyur kawasan Pantai Anyer. Berulang-ulang ia melakukannya. Ia tak peduli meskipun kaki hujan menampar-nampar wajahnya. Sesekali telapak tangan melap wajahnya yang basah. Lidah ombak Pantai Anyer menjilati kakinya yang telanjang.
Matahari sudah condong ke barat. Beberapa nelayan dan segerombol bocah pantai menarik-narik perahu lalu menambatkannya di bibir pantai.
"Kamu suka berlibur di pantai?" Seorang cowok tiba-tiba mengusik keasyikannya. Sekaligus memaksa Egidia mendongakkan kepalanya.
Seorang cowok dengan celana jean belel sebatas lutut dan sebuah T-shirt Anyer Beach, tersenyum ramah padanya. Seperti juga dirinya, cowok itu basah kuyup oleh gerimis yang turun di pantai itu.
"Pantai adalah tempat favoritku untuk berakhir pekan," jawab Egidia sembari menatap wajah cowok itu.
"Kamu selalu ke pantai ini?" tanyanya.
Egidia tersenyum.
"Minimal sebulan sekali? Kamu?" Egidia mencoba beramah tamah. Menemukan seorang teman saat berakhir pekan tentunya sangat menyenangkan.
Cowok itu menyibakkan rambutnya.
Gerimis terus mengguyur. Anak-anak nelayan larut dengan alam. Berlari dan saling mengejar. Bagi mereka gerimis adalah teman bercumbu. Pengganti mimpi kanak-kanak yang indah tentang boneka Barbie yang cantik dan dongeng Sailormoon.
"Ayo Mas Re, kita naik ban lagi," seorang yang hanya memakai celana kolor menarik-narik tangan cowok itu.
"Kamu aja, deh! Mas Re udah capek," jawab cowok itu sembari mengoyak rambut si Bocah.
Si Bocah itu tersenyum. Menatap cowok itu lalu melirik Egidia dengan mata maklum.
"Kamu sering ke sini?" ulang Egidia.
"Nggak juga sih," jawab cowok itu.
"Kok, bisa akrab sama mereka," Egidia berpaling ke gerombolan anak-anak yang asyik bermain petak umpet dari satu perahu ke perahu lainnya.
"Tadi siang aku diajak melaut oleh ayahnya."
"O ya? Aku suka melaut. Tapi tak seorang pun dari mereka yang mengajakku melaut." Kalimat Egidia terdengar polos.
Cowok itu tersenyum. "Mungkin mereka takut terjadi apa-apa dengan kamu. Kamu kan seorang gadis. Tentu riskan kalau diajak berlayar sampai ke tengah lautan."
Egidia tertawa. Untuk terakhir kalinya ia mengoyak bukit-bukit pasir yang tadi ditimbunnya. Kemudian membersihkan pasir yang menempel di telapak tangannya dengan air laut.
"Rupanya kamu suka pantai juga," kata Egidia.
"Laut adalah bagian dari hidupku. Banyak hal indah yang disodorkan oleh pantai. Sunset yang indah. Nelayan yang ramah. Deburan ombak. Malah kalau beruntung, aku sering melihat pelangi di atas pantai." Cowok itu menatap ke langit.
"Pelangi?" Egidia tertawa. "Mana ada pelangi di pantai? Pelangi kan adanya di pegunungan," lanjutnya.
"Lihat saja nanti. Jika ada gerimis lalu matahari bersinar redup maka pelangi yang indah akan muncul di atas sana." Cowok itu menatap ke langit lalu pandangannya kembali hinggap di wajah Egidia.
Egidia tertawa lagi.
"Kamu romantis banget." Egidia terpingkal.
"Aku penulis," aku cowok itu. Membungkukkan badan. Mengambil sebuah kerikil lalu melemparkan ke tengah pantai.
"O ya?"
Cowok itu tersenyum.
Egidia termenung sejenak. Mengudak benaknya mencari profil cowok yang tiba-tiba akrab dengannya.
"Pernah ceritamu diterbitkan?" Egidia mulai tertarik. Buku adalah sahabatnya. Karena segudang ilmu ditimbanya dari tumpukan kertas-kertas itu.
"Banyak," jawab cowok itu.
"Yang terbaru?" desak Egidia penasaran.
"Senja, Laut dan Pelangi," cowok itu menyebutkan judul buku karangannya.
Egidia berpikir keras. Ia mencoba mengingat semua novel remaja yang tak pernah dilewatkannya jika ada novel-novel remaja yang baru terbit. Terutama yang bercerita tentang alam. Dan usahanya ternyata tidak sia-sia. Sebuah nama kini nyantel nyata di benaknya.
"Oke. Aku mulai ingat. Kalau nggak salah novel itu bercerita tentang cowok yang merasa dibuang oleh keluarganya?" Egidia membuka kalimat dengan mengutip prolog novel yang terdiri dari tujuh episode itu.
"Bukan merasa. Tapi benar-benar dibuang." Cowok itu tersenyum. Ada luka memancar dari sorot matanya yang tajam.
"Yang memilih tinggal di tepi-tepi pantai dengan tenda ketimbang tinggal di rumah mewah?" lanjut Egidia yakin.
"Kamu membacanya?" Cowok itu menatap Egidia.
"Aku hapal dari episode satu sampai episode terakhir." Mata Egidia bersinar ceria. "Jadi kamu...?" Egidia ingin betul mengetahui siapa cowok yang kini menemaninya ngobrol di tengah-tengah gerimis yang menggila.
"Re Angga Kalalang!" jawab cowok itu sembari mengulurkan lengan tangannya.
Surprais!
Egidia hampir tak percaya. Bisa ketemu dengan penulis idolanya di saat tak terduga seperti ini. Surprais sekaligus menyenangkan karena bisa bertemu langsung dengan seseorang yang telah menyita waktunya karena novel-novel tokoh utamanya selalu bernasib tragis dan kurang beruntung. Mereka adalah remaja yang 'terbuang'. Antagonis dan meledak-ledak.
"Namaku Egidia. Aku salah satu pembacamu," sambut Egidia. "Kalau buku itu saya bawa, aku pasti meminta kamu untuk membubuhkan tanda tangan." Egidia tertawa.
Re ikut tertawa melihat tingkah Egidia yang polos dan bersahabat.
"Ah, sudahlah. Aku toh belum sengetop JK. Rowling. Aku baru belajar menulis," jawab Re malu-malu.
"Tapi ceritanya bagus, kok. Senja, Laut dan Pelangi itu pengalaman pribadi, ya?" Sudut mata Egidia merayapi wajah Re.
"Begitulah."
"Terlalu sentimentil menurutku."
"Kenyataannya memang begitu. Aku memiliki Papa dan Mama. Tetapi mereka seperti tokoh ilusi. Nyata! Tapi aku tak pernah bisa memilikinya. Kesibukan membuat mereka lupa kalau di rumah ada seorang Re. Tapi... ah, sudahlah. Lupakanlah!" Re menggeleng. Mengambil beberapa batu kerikil dan membaginya kepada Egidia. Gadis itu ikut melemparkan kerikil-kerikil itu ke tengah pantai. Keciprak suaranya terhapus begitu saja oleh lidah ombak yang menari-nari.
"Menyedihkan," kalimat Egidia terdengar seperti sebuah desahan.
Sebuah camar menukik dari langit. Menggoda segelintir nelayan yang masih setia dengan jalanya.
"Eh, lihat di atas!" Tiba-tiba Re menunjuk ke langit. Matanya berbinar ceria.
Sudut mata Egidia mengikuti arah telunjuk Re. Mula-mula Egidia tak menemukan apa-apa. Lama kelamaan di sela-sela gerimis dari gumpalan awan melesat sebuah lengkungan indah yang berwarna-warni. Lengkungan itu berpijak di permukaan pantai.
"Pelangi?" Egidia menjerit girang.
"Yah, pelangi. Indah. Nyata tapi tak abadi. Seperti sebuah kehidupan." Mata Re tak lepas dari lukisan indah yang mengkombinasikan tujuh warna yang sempurna.
Tujuh menit lamanya Egidia dan Re merayapi lukisan Tuhan itu. Ketika gerimis berhenti dan sinar mentari memberontak dari dekapan awan, lambat laun warna itu memudar. Sedetik kemudian pelangi itu hilang dari pandangan ketika kemuning senja merenggutnya dengan paksa.
"Buanglowmu di sebelah mana, Re?" Egidia menatap wajah Re.
"Itu!" Re menunjuk sebuah tenda yang berdiri persis di kaki sebuah pohon kelapa.
"Kamu tidur di tenda itu, Re?" Egidia tak percaya.
Re tersenyum lalu mengangguk.
"Nggak takut?" Mata bening Egidia bergerak indah.
Re menggeleng.
"Kalau tiba-tiba ada Tsunami?" Tatapan Egidia menyapu wajah Re.
"Aku bersyukur. Aku diberi perasaan yang tajam. Sepertinya aku tahu persis kapan akan ada gelombang pasang dan kapan laut akan surut. Aku menyatu dengan laut. Laut itu ibuku," Re tersenyum. Manis sekali. Menatap wajah Egidia. Mengajak Egidia membuat labirin sembari menunggu sunset yang sebentar lagi akan menghiasi Selat Sunda itu.
Saat sang Surya bersembunyi tiba-tiba ada sesuatu yang hilang dari hati Egidia, ketika ia harus kembali ke bungalow dan meninggalkan Re di tenda itu. Sendirian.
Egidia tahu. Perkenalan ini sebuah awal dari sebuah titian panjang masa remajanya yang kelak penuh warna.
***
"Ke mana lagi, Re?" Egidia mendekati Re yang sibuk memasukkan perlengkapan avonturirnya.
"Lombok, Gi. Aku ingin mendirikan tenda di Senggigi," jawab Re. Mencoba mangangkat Blue Ransel kemudian mengencangkan tali tas itu.
"Sekolahmu?" Egidia menatap wajah Re lekat.
"Setelah ini usai, Gi. Percayalah. Aku pasti kembali ke bangku sekolah lagi," Re tersenyum. Memberi kepastian kepada Egidia.
"Aku sering mendengar kalimat itu, Re. Entah yang keberapa. Dimulai sejak kamu bertualang ke Kanekes, traverse ke Pedalaman Kalimantan sampai kamu harus dievakuasi karena terjebak kabut di Kerinci Seblat, kalimat itu selalu kamu ucapkan sebelum kamu berangkat. Please, Re. Kamu hanya ingin menghiburku, kan?" Mata bening Egidia menatap lurus. Hinggap di wajah Re yang sejak dua tahun lalu menjadi sisi indah dalam perjalanan hidupnya.
"Sudahlah, Gi." Re menghindari tatapan Egidia. Meraih gelas berisi cream coffee. Ditenggaknya sampai tandas.
"Atau katakan saja, Re. Kamu tidak akan pernah berhenti bertualang." Egidia mencari kepastian.
"Dua tahun kita saling mengenal, Gi. Aku yakin kamu tahu betul siapa aku. Sifat-sifatku dan kebiasaanku...." Kalimat Re menggantung.
Egidia menggigit bibir.
"Aku seorang penulis, Gi. Mengertilah itu."
"Oke. Aku tahu, Re. Tapi itu tidak bisa kamu jadikan alasan untuk selalu bertualang dan meninggalkan sekolah."
"Aku butuh inspirasi."
"Haruskah dengan cara itu?"
"Yah," Re berjalan ke arah jendela. Kabut mengungkung vila kecil itu.
"Dulu sebelum kita saling menyatukan perasaan, aku telah jujur kepada kamu, Gi. Tentang semuanya. Tentang keluargaku yang broken. Tentang hobiku yang nyeleneh. Dan kamu menerimanya. Aku bahagia. Dua tahun sudah kamu mengerti aku sepenuhnya. Meski kamu harus membayar dengan mahal. Berpuluh-puluh malam Minggu harus kamu lalui dengan suasana sepi dan perasaan galau karena kamu memikirkan aku entah berada di mana. Dan kini mungkin aku akan maklum kalau kamu mulai bosan dengan suasana seperti itu." Telunjuk Re membentuk coretan abstrak di kaca jendela yang mengembun.
"Bukan itu maksudku, Re."
"Aku akan maklum kalau kamu akan meninggalkan aku."
"Re?!"
"Sudahlah, Gi."
"Ketahuilah, Re. Aku selalu mencemaskan kamu." Ada embun di sudut mata gadis itu.
"Semalam aku memikirkan semuanya, Gi. Seperti sebuah dilema yang pahit. Di sisi lain aku sangat mencintai kamu. Tulus! Tetapi di sisi lainnya lagi aku tidak ingin menyiksamu. Tidak ingin membiarkan masa remajamu berlalu tak pasti. Tidak ingin melihatmu termenung sendirian melepas akhir pekan tanpa kahadiranku." Re menatap wajah gadisnya.
"Apa maksudmu, Re?" Sesuatu menggelepar di dada Egidia.
Re menghela napas. Memegang pundak Egidia. Ditegakkannya dagu gadisnya dengan lembut.
"Kita berpisah, Gi. Kita mengambil jalan sendiri-sendiri." Sebuah helaan napas panjang menghempas dari rongga dada Re.
"Re? Sadar kan apa yang kamu ucapkan?" Dada Egidia serasa sesak. Sebuah beban menggelayut di sana.
Re menundukkan kepalanya.
"Setelah dua tahun kita membangun semuanya, kamu akan menghancurkannya dalam sedetik?" Egidia tak percaya kalimat yang didengarnya barusan keluar dari mulut Re. Seorang cowok yang dengan susah payah dirajutnya dalam hati, dari kikisan Sang Penggoda yang dari hari ke hari semakin banyak menguji ketulusan cinta seorang Egidia terhadap Re. Tetapi sekarang?!
Re masih menunduk.
"Aku betul-betul kecewa, Re." Ada luka yang memaksa gadis itu menggigit bibirnya.
"Aku mengerti kamu kecewa. Tetapi nanti kamu akan tahu bahwa jalan ini adalah jalan yang terbaik buat kamu. Itu kulakukan karena aku sangat mencintai kamu, Egi," bisik Re lembut setelah mengangkat kepala.
Sebuah sapuan halus hinggak di kening Egidia. Dan gadis itu terpuruk dalam pelukan dada bidang Re.
***
Debur ombak Senggigi merenggut semua episode di benak Egidia. Re adalah sosok nyata yang telah mengisi hari-harinya. Yang telah menghiasi hari-harinya. Yang telah membuat masa remajanya penuh warna. Tangis, tawa, rindu dan kecemasannya terhadap seorang Re, selalu melukis hari-harinya. Petualangan-petualangannya yang konyol dan kerinduannya yang tak beralasan terhadap alam, sering memenjarakannya dalam kecemasan yang sangat kental. Membuat nama cowok itu terpatri dalam di lubuk hatinya.
Senggigi adalah venus. Cantik dan menggoda. Pantainya yang landai, dipangku bukit-bukit kecil dan kelokan jalan mulus, dari hari ke hari membuat pesona Senggigi semakin memikat. Belum lagi kalau senja turun, sinar jingga dari ufuk barat dengan leluasa menjilati punggung nelayan dengan perahu tradisional yang ditambatkan di bibir pantai. Juga jerit bocah-bocah pantai yang bermain lepas, mengejar kepiting laut, memberi warna lain di pantai ini. Mungkin hal itulah yang membuat 'orang-orang berkantong tebal' membekap Senggigi yang cantik ke dalam pelukan kavling-kavling bungalow yang kini menjamur di bibir Senggigi. Menyedihkan memang. Tapi itu hal yang sudah tidak asing lagi.
"Kita pulang Egi. Sudah tiga hari kita tinggal di pantai ini," Fe, sahabat karibnya mengusik kebisuan gadis itu.
"Biarkan Re tenang di dunianya," Fe berusaha merengkuh pundak Egidia.
"Ia pergi dengan beribu beban, Fe!" Kalimat Egidia terdengar masygul.
"Aku merasa gagal mengerti dunia Re, Fe." Sesuatu mengembang di kelopak mata Egidia. Gadis itu menatap lurus ke hamparan permukaan pantai Senggigi.
"Sudahlah. Buanglah rasa bersalahmu itu, Egi."
"Aku melarangnya ketika Re ingin pergi ke pantai ini, Fe. Seharusna aku tidak boleh melarangnya ke mana pun ia pergi. Alam adalah sahabat Re yang sesungguhnya." Ada isak tangis terdengar dari mulut gadis itu.
"Sudahlah, Egi. Lupakan. Semua sudah takdir. Kita hanyalah boneka, Egi. Lemah dan tak berdaya apa-apa bila sudah berhadapan dengan takdir." Fe berusaha menghibur Egidia.
Ia mengerti perasaan Egidia sepenuhnya. Ditinggalkan oleh seseorang yang sangat dikasihi, pasti membuat perasaan sahabatnya itu terpukul. Apalagi Re pergi begitu mendadak. Tergulung gelombang pasang di pantai Senggigi ini, ketika Re sedang terlelap di dalam tendanya.
Kedua remaja itu tenggelam dalam kebisuan.
Mendadak gerimis mengguyur Senggigi. Kedua remaja itu tak juga beranjak dari bibir pantai. Ada satu hal yang ditunggu-tunggu selama tiga hari di Senggigi ini.
Dan harapan Egidia tak sia-sia. Ketika gerimis mulai mengguyur, dan sinar matahari masih tersisa, tiba-tiba sebuah lengkungan indah menggeliat dari balik awan. Menyodorkan warna indah sampai ke garis pantai.
"Lihat, Egi," Fe berteriak sembari menunjuk semburat warna-warni yang dari detik ke detik semakin jelas. Membentuk selendang raksasa dengan tujuh warna sempurna.
Egidia menatap dengan mata nanar.
Senyum manis Re berkelebat di sela-sela pelangi. Kerinduan kepada Re menggumpal di dadanya. Matanya berkaca-kaca. Senyum manis itu terus menari-nari di pelupuk matanya.
Seperempat jam gadis itu larut dengan ilusinya. Ia merasa Re seperti hadir kembali. Menemaninya, melihat pelangi seperti dua tahun lalu di Pantai Anyer, saat untuk pertama kali saling dipertemukan.
"Kita ke Jakarta, Egi. Hampir seminggu lamanya kita meninggalkan bangku sekolah," Fe tersenyum. Mengoyak nyanyian indah yang baru beberapa detik mengalun indah di dasar hatinya.
Pelangi yang indah itu kini telah tiada. Lenyap bersama hadirnya semburat kuning di sebelah barat.
"Yah, kita pulang, Fe!" Kalimat Egidia terdengar mantap. Ia banyak belajar dari Re tentang kehidupan. Pelangi adalah simbolnya. Tak satu pun ada yang abadi di muka bumi ini. Egidia mengerti sepenuhnya akan keputusan Re yang dulu sempat membuatnya putus asa. Alam, adalah cinta Re yang sesungguhnya. Bukan dirinya! ©

Kamis, 08 Desember 2011

harapku

banyak hal yang belum terpenuhi di hidupku...salah satunya "PERNIKAHAN" kata2 yang selalu dan selalu dan selalu ditanyakan hampir semua orang, "PERNIKAHAN" kata yang menjadi musuhku saat ini..Sungguh sangat tidak suka  mendengar kata2 itu saat ini.. berharap semua orang berhenti menanyakan itu.. berharap saat itu memang akan indah di wktu yang telah TUHAN rencanakan untukku.. berharap semua orang seakan lupa menanyakan itu2 lagi untukku...karena sesungguhnya aq belum menemukan seorang yang tepat untuk menjadi pendamping hidupku..entahlah dimana dy saat ini, apakah sedang bingung juga seperti aku??? yang pasti saat ini hidup aku sedang indah2nya dan tak ingin dipusingkan oleh pertanyaan2 pertanyaan yang aku sendiri tak tau solusinya.. akan ku kesampingkan dulu masalah ini dan fokus pada karier aku saat ini yang sudah mulai bagus yang tak semua orang bisa seberuntung aku yang hanya dalam wkt blm setahun mendapatkan promosi untuk jabatan yang lebih baik..berharap ini sukses dan impian aku punya mobil sendiri terwujud... aku percaya tuhan sudah menyiapkan seseorang yang pastinya aku butuhkan dan akan membuat aku bahagia selamanya.. semangat hidupku gak akan pernag berkurang hanya karena ini...  ^_^

Minggu, 31 Juli 2011

kosong

aah kenapa dengan rasa ini... apa sebenarnya yang aku mau? entahlah... waktu untuk diri sndiripun aku sudah tak punya.. Aq butuh seseorang, tapi siapa? tanto? gak mungkin bisa,atau si songong? dia lagi cow super gak jelas. si elis, meong,.. nama- nama perempuan yang masih lekat dengannya selain hoby olah raganya. Aq kurang berminat dengan laki-laki seperti ini. Tapi terkadang aq merindukannya juga meskipun tak seindah rinduku pada tanto..kekosongan hati, tak  menginginkan siapapun, tak berwarna...

Sabtu, 05 Februari 2011

tentang dia

bismillah..
Namanya Dwi Hartanto ,lahir di purworejo tanggal 4 agustus 1986,saat dy baru lahir usia aq saat itu sudah dua tahun,kedua orang tuanya asli keturunan jawa tapi dia besar di jakarta.pertama kali ketemua dia di kampus saat kami ada matkul yang sama.dari situlah smuanya berawal.dia manis, sopan, baik, pinter dan hmmm dy berhasil membuat aq terpesona,tapi saat itu aku dan dia sudah mempunyai pasangan masing-masing.jadi pertmuan itu q anggap biasa saja namun ntah knp pesonanya nggak bisa hilang dan tanpa q sangka dia juga merasakan hal yang sama.semua berjalan begitu saja,dia membuat aq smakin tak bisa untuk jauh darinya,dia membuatku mau untuk belajar,bicara pelan, berhenti untuk nglakun kbiasaan buruk ** dan wow dia berhasil dan akupun ngrasa jadi orang yang lebih baik.waktu berjalan dan kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan pasangan masing-masing untuk lebih serius dengan hubungan kami.semenjak saat itu kami menjalani hubungan yang sempurna.ada marah, cemburu,sayang,tawa,bahagia,putus,kangen.. semuanya tersa makin indah meskipun disamping itu dia sering marah-marah yang seringnya aku nggak tau penyebabnya apa.dia egois,dia otoriter.semua kputusannya mutlak harus dibenarkan tanpa alasan apapun.dia bikin aturan yang bnyak,otaknya selalu bekerja untuk memberiku aturan.awalnya cukup sulit,entah karena aku bodoh atau bahkan ini suatu hal yang baru bagiku tapi itu nggak masalah,aku bhagia ngjalanin aturan yang dia buat aq ihlas melakukannya karena dia juga selalu membuatku bahagia.kata-kata yang nggak pernah aku lupa yang sering ucapin untukku, kamulah wanita terindah,jangan tinggalkan aku,kita nggak boleh pisah,kamu cuma miliku, kisah kita harus berakhir bahagia,aku akan membahagiakan kamu,aku mau kamu jadi isteri aku,dan masih bnyak lagi kata-kata yang dering dia ucapkan yang membuatku ngerasa jadi wanita paling cantik,paling beruntung di dunia.q beri segalanya buat dia,aku selalu ingin membahagiakannya,aq senang melihatnya tertawa,aku senang memanjakannya,aku senang kalo dia makannnya banyak ampe gak bisa jalan.aku senang berdoa untuknya.
sampai akhirnya tanggal ... dia harus pergi,dia lulus kuliah.kami berpisah dia harus pulang ke tangerang,rasa kangen membuat hubungan kami terasa makin indah walaupu sdkit sulit buatku harus ngjalani hari2 tanpa dia.februari 2010 dia datang kembali ke jogja meski hanya beberapa hari lalu dia kembali pergi,saat itu dia belum memiliki pekerjaan tapi itu nggak mengurangi kebahagiaan kami. bnyak rencana yang kami bicarakan saat pertemuan itu kmbali,rencana indah kedepan untuk hubungan kami nanti.saat itu aku masih ingat hal yang paling dia harapkan adalah mendapatkan pekerjaan dan akupun sangat mendukungnya,q fkir klo dia sudah bekerja akan lebih sering untuk kami bisa bartemu dan tak pernah lelah berdoa untuknya..membuatnya bahagia slalu q inginkan meskipun proses itu smakin terasa sulit. dia makin serih marah,dia makin egois,aq makin sering minta maaf yang gak berarti apa2,dan saat itu juga rasa kehilangan dia yang dulu mulai terasa,dia bahkan gak peduli saat itu aq lagi skripsi dan bnyak menghadapi saat2 yg sulit tanpa dia.aku hanya bisa diam n selalu berharap semua akan baik nantinya. bulan maret itu aku mendengar kabar klo dia ketrima kerja alhamdulillah tuhan engkau mengabulkan doaku..
tp hubungan kami bukannya semakin baik tp malah terabaikan,dia makin sering marah dengan alasan yg gak seharusnya,dia smakin egois,aq selalu ngrasa terpojok,aq takut,untuk bcrita seprti biasanyapun udah gak nyaman,bingung harus brbuat apa untuk bisa membuat keadaan jadi lebih baik. otak kecil aq gak bs berbuat bnyak.
aq hmpir lupa berapa bulan kejadian itu brlngsung, komunikasi jarang,sekalinya tlp2an putus,marah2.. oowwh dia berubah,pekerjaannya serasa jadi BOM waktu buatku.ntah dia sadari atau tidak semenjak dia mulai kerja dia berubah bnyak.puncaknya saat aq dapat kbr dr tmnnya dy ganti noner HP,dy sering chat sm tmen2nya, dan hellooowww selama itu dy menghilang dan gak pernah menghubungiku sama sekali dan saat itu aq masih nunggu dia penuh harap,selalu brfkir positif ,dan bs dbyangkan hancurnya aq denger itu semua. nangis tak berarti apa2,satu kata "aku gak bisa berbuat apa-apa,gak mungkin bagiku memaksakan perasaan seseorang".. smua berlalu sampai ahirnya aq juga wisuda n pulang membawa kekalahan hati,membawa cerita yg gak indah,membawa segudang pertanyaa yg blm terjawab.
 tidak mudah melupakannya meski aq bersama org yg aq sayang (Family).sampai saat ini hmpir satu tahun tanpa dia, gak bnyak yang berubah hanya saja kadang rasa menyesal mulai muncul dan itu gak enak bgt,jadi bkin gak ihlas udah ngelakuin bnyak hal untuknya,inikah laki2 yang selalu aku banggain? inikah laki2 yang membuatku ingin menjadi seorang isteri? hopeless tapi mencoba jalani hidup yang ada. untuk ngelupainnya aq menjalani hub dg be2rapa org pria tp itu gak ngaruh bnyak n percuma..

be honesty

If you search for tenderness
it isn't hard to find.
You can have the love you need to live.
But if you look for truthfulness
You might just as well be blind.
It always seems to be so hard to give.

Honesty is such a lonely word.

Everyone is so untrue.
Honesty is hardly ever heard.
And mostly what I need from you.

I can always find someone

to say they sympathize.
If I wear my heart out on my sleeve.
But I don't want some pretty face
to tell me pretty lies.
All I want is someone to believe.

Honesty is such a lonely word.

Everyone is so untrue.
Honesty is hardly ever heard.
And mostly what I need from you.
[Honestly Lyrics 
I can find a lover.
I can find a friend.
I can have security until the bitter end.
Anyone can comfort me
with promises again.
I know, I know.

When I'm deep inside of me

don't be too concerned.
I won't as for nothin' while I'm gone.
But when I want sincerity
tell me where else can I turn.
Because you're the one I depend upon.

Honesty is such a lonely word.

Everyone is so untrue.
Honesty is hardly ever heard.
And mostly what I need from you.

Jumat, 04 Februari 2011

^_^

lakukan apa saja yang bisa membuat keadaan jadi lebih baik